PELALAWAN — Para guru di kawasan pedalaman Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, memahami risiko yang dihadapi dalam menjalankan tugasnya. Di beberapa tempat, listrik hanya menyala pada malam hari. Belum lagi akses jalan yang buruk, membuat perjalanan ke sekolah harus ditempuh dengan pengorbanan.
Saria Rita Bangun (42), guru SDN 010 Silikuan Hulu, misalnya. Ia mengaku sering kali datang terlambat ke sekolah pada musim hujan. Pasalnya, hujan menyebabkan akses jalan dari rumahnya yang terletak di Desa Lubuk Kembang akan tertutup genangan air dan licin.
"Sulitnya mengajar di pedalaman ini akses jalannya. Kalau hujan, jalanan itu licin karena hanya tanah. Tanah di depan sekolah juga rusak jadi timbul genangan air," kata Rita, Jumat (25/11/2011), saat dijumpai Kompas.com, di SDN 010 Silikuan Hulu, seusai peringatan Hari Guru.
Tetapi, kata Rita, hambatan itu tak menghalanginya. Ia tetap mengajar meski datang terlambat.
Saria Rita Bangun (42), guru SDN 010 Silikuan Hulu, misalnya. Ia mengaku sering kali datang terlambat ke sekolah pada musim hujan. Pasalnya, hujan menyebabkan akses jalan dari rumahnya yang terletak di Desa Lubuk Kembang akan tertutup genangan air dan licin.
"Sulitnya mengajar di pedalaman ini akses jalannya. Kalau hujan, jalanan itu licin karena hanya tanah. Tanah di depan sekolah juga rusak jadi timbul genangan air," kata Rita, Jumat (25/11/2011), saat dijumpai Kompas.com, di SDN 010 Silikuan Hulu, seusai peringatan Hari Guru.
Tetapi, kata Rita, hambatan itu tak menghalanginya. Ia tetap mengajar meski datang terlambat.
Sulitnya mengajar di pedalaman ini akses jalannya. Kalau hujan, jalanan itu licin karena hanya tanah. Tanah di depan sekolah juga rusak jadi timbul genangan air.
-- Rita, guru SDN 010 Silikuan Hulu
"Kalau hujannya mulai reda, saya ke sekolah naik motor. Kecuali hujannya enggak berhenti, saya izin karena jalan enggak bisa dilewati," kisahnya.
Di wilayah Kabupaten Pelalawan, 93 persen wilayahnya adalah dataran rendah. Sementara, 7 persen sisanya merupakan wilayah perbukitan yang didominasi hutan konservasi dengan adanya Taman Nasional Tesso Nilo dan hutan perkebunan sawit.
Kecamatan Ukui termasuk salah satu wilayah yang ada di daerah perkebenunan sawit. Sebagian besar penduduknya juga merupakan transmigran dari Pulau Jawa yang akhirnya bercocok tanam kelapa sawit. Akses jalan di kawasan ini terbilang buruk. Jalan mendaki dan berliku-liku hanya "beraspalkan" tanah. Di sana-sini banyak terdapat lekukan tanah yang berbahaya bagi kendaraan yang melintas. Alat transportasi utama yang digunakan masyarakat adalah sepeda motor.
Saat siang hari, debu-debu di jalan itu beterbangan sehingga mengganggu pandangan mata. Jika hujan, jalanan ini licin, sementara jalanan yang ada lekukannya akan menimbulkan genangan.
Sementara, jarak antara perumahan dan sekolah mau tidak mau harus ditempuh dengan sepeda motor. Akan sangat sulit bagi sepeda motor melaju di jalan-jalan itu dalam kondisi hujan. Sulitnya akses jalan itu akhirnya juga membuat informasi yang diterima terlambat.
Rita mengatakan, jika ada perlombaan antarsekolah, SDN 010 Silikuan Hulu selalu menjadi sekolah yang paling terakhir mendapatkan informasi.
"Biasanya untuk baru tahu setengah bulan sebelumnya. Jadi persiapannya cepat-cepat. Itu pun harus kita yang proaktif tanya ke kecamatan," keluh Rita.
Meski demikian, prestasi SDN 010 Silikuan Hulu terbilang "moncer". Sekolah sederhana dengan dua gedung berlantai satu ini mampu mencetak prestasi masuk dalam tiga besar sekolah terbaik setiap tahunnya se-Kecamatan Ukui.
Minim fasilitas
Hal lain yang menjadi kendala adalah minimnya fasilitas. Di perkotaan, anak setingkat sekolah dasar sudah terbiasa menjamah teknologi. Lain halnya dengan siswa di Ukui. Di SDN 010 Silikuan Hulu, para siswa belum mendapatkan fasilitas komputer.
"Di sini belum ada komputer. Jadi, yah, masih jadul bangetlah," tutur Suharni, salah seorang guru di sekolah itu.
Jangankan komputer, daya listrik di sekolah ini juga tidak cukup untuk memfasilitasi itu. Sebuah perpustakaan mini yang baru dibangun sekolah ini juga tampak suram. Namun, keterbatasan ini tak membuat surut semangat para siswa yang mengenyam pendidikan di sana. Mereka tetap asyik dengan bacaannya masing-masing.
"Listriknya harus dinyalain pakai diesel, Mbak," sahut salah seorang petugas perpustakaan saat beberapa wartawan mencari tombol lampu.
Rupanya, karena daya listrik tidak kuat, maka perpustakaan harus dikorbankan dengan menggunakan mesin diesel.
Suharni yang menjadi wali kelas I mengaku sering kesulitan saat mengajarkan siswa membaca dan menulis.
"Orangtuanya maksa untuk masuk sekolah, padahal anaknya belum punya bekal apa-apa tentang baca tulis. Mau enggak mau kita terima, karena sekolah di sekitar sini, kan, cuma ini saja," ujar Suharni yang merupakan pendiri SDN 010 Silikuan Hulu ini.
Selain itu, sekolah ini juga tidak memiliki alat peraga, seperti bentuk huruf, gambar-gambar kalimat pendek, ataupun angka-angka. Suharni sudah pernah mengajukan ke sekolah untuk menyediakan alat-alat itu. Namun, keterbatasan dana menyebabkan permintaan itu belum terpenuhi.
"Kalau di pedalaman ini, kami, para guru mengerti kondisinya terbatas. Jadi harus kreatif-kreatif kita bagaimana sekolah ini harus tetap berjalan," kata Suharni.
Di wilayah Kabupaten Pelalawan, 93 persen wilayahnya adalah dataran rendah. Sementara, 7 persen sisanya merupakan wilayah perbukitan yang didominasi hutan konservasi dengan adanya Taman Nasional Tesso Nilo dan hutan perkebunan sawit.
Kecamatan Ukui termasuk salah satu wilayah yang ada di daerah perkebenunan sawit. Sebagian besar penduduknya juga merupakan transmigran dari Pulau Jawa yang akhirnya bercocok tanam kelapa sawit. Akses jalan di kawasan ini terbilang buruk. Jalan mendaki dan berliku-liku hanya "beraspalkan" tanah. Di sana-sini banyak terdapat lekukan tanah yang berbahaya bagi kendaraan yang melintas. Alat transportasi utama yang digunakan masyarakat adalah sepeda motor.
Saat siang hari, debu-debu di jalan itu beterbangan sehingga mengganggu pandangan mata. Jika hujan, jalanan ini licin, sementara jalanan yang ada lekukannya akan menimbulkan genangan.
Sementara, jarak antara perumahan dan sekolah mau tidak mau harus ditempuh dengan sepeda motor. Akan sangat sulit bagi sepeda motor melaju di jalan-jalan itu dalam kondisi hujan. Sulitnya akses jalan itu akhirnya juga membuat informasi yang diterima terlambat.
Rita mengatakan, jika ada perlombaan antarsekolah, SDN 010 Silikuan Hulu selalu menjadi sekolah yang paling terakhir mendapatkan informasi.
"Biasanya untuk baru tahu setengah bulan sebelumnya. Jadi persiapannya cepat-cepat. Itu pun harus kita yang proaktif tanya ke kecamatan," keluh Rita.
Meski demikian, prestasi SDN 010 Silikuan Hulu terbilang "moncer". Sekolah sederhana dengan dua gedung berlantai satu ini mampu mencetak prestasi masuk dalam tiga besar sekolah terbaik setiap tahunnya se-Kecamatan Ukui.
Minim fasilitas
Hal lain yang menjadi kendala adalah minimnya fasilitas. Di perkotaan, anak setingkat sekolah dasar sudah terbiasa menjamah teknologi. Lain halnya dengan siswa di Ukui. Di SDN 010 Silikuan Hulu, para siswa belum mendapatkan fasilitas komputer.
"Di sini belum ada komputer. Jadi, yah, masih jadul bangetlah," tutur Suharni, salah seorang guru di sekolah itu.
Jangankan komputer, daya listrik di sekolah ini juga tidak cukup untuk memfasilitasi itu. Sebuah perpustakaan mini yang baru dibangun sekolah ini juga tampak suram. Namun, keterbatasan ini tak membuat surut semangat para siswa yang mengenyam pendidikan di sana. Mereka tetap asyik dengan bacaannya masing-masing.
"Listriknya harus dinyalain pakai diesel, Mbak," sahut salah seorang petugas perpustakaan saat beberapa wartawan mencari tombol lampu.
Rupanya, karena daya listrik tidak kuat, maka perpustakaan harus dikorbankan dengan menggunakan mesin diesel.
Suharni yang menjadi wali kelas I mengaku sering kesulitan saat mengajarkan siswa membaca dan menulis.
"Orangtuanya maksa untuk masuk sekolah, padahal anaknya belum punya bekal apa-apa tentang baca tulis. Mau enggak mau kita terima, karena sekolah di sekitar sini, kan, cuma ini saja," ujar Suharni yang merupakan pendiri SDN 010 Silikuan Hulu ini.
Selain itu, sekolah ini juga tidak memiliki alat peraga, seperti bentuk huruf, gambar-gambar kalimat pendek, ataupun angka-angka. Suharni sudah pernah mengajukan ke sekolah untuk menyediakan alat-alat itu. Namun, keterbatasan dana menyebabkan permintaan itu belum terpenuhi.
"Kalau di pedalaman ini, kami, para guru mengerti kondisinya terbatas. Jadi harus kreatif-kreatif kita bagaimana sekolah ini harus tetap berjalan," kata Suharni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar